BAB I
PENDAHULUAN
Kisruh
dalam sengketa tanah di Meruya Selatan, Jakarta Barat, tak pelak mengungkap
betapa amburadulnya sistem informasi pertanahan kita. Bahkan bukan itu saja,
kasus yang menghadapkan PT Porta Nigra melawan warga Meruya Selatan yang
mendiami wilayah seluas 44 hektar itu juga menyibakkan bagi kita akan
carut-marutnya sistem administrasi dari lembaga-lembaga yang terkait dengan
sengketa tanah tersebut, seperti lembaga pemerintahan daerah (sampai dengan
lembaga kelurahan), Badan Pertanahan Negara, bahkan juga lembaga penegak hukum
(Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung). Semakin banyak lembaga atau pihak yang
terkait dalam sebuah konflik tanah, biasanya persoalannya akan bertambah ruwet,
hingga jalan penyelesaiannya pun akan tidak mudah.
1. Latar
Belakang
Dengan
melihat kembali ke belakang kepada sejarah awal peristiwa ini terjadi, kita
dapat memahami dan mengurai benang kusut kasus sengketa tanah Meruya Selatan.
Persoalan ini dimulai pada tahun 1972-1973 saat PT Porta Nigra melakukan
pembebasan tanah seluas 44 hektar Kelurahan Meruya Selatan, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat. Proses pembebasan tanah tersebut diketahui dan
disetujui Lurah Meruya Udik waktu itu dan penggantinya (1973).
Setelah itu pada tahun 1974, tanah yang telah dibebaskan tersebut dijual
kembali oleh seorang oknum warga dan Lurah Meruya Udik kepada Pemda DKI Jakarta
untuk proyek lintas Tomang seluas 15 hektare dengan menggunakan surat-surat
palsu. Di sinilah kemudian Pemda DKI Jakarta mulai masuk dalam persoalan. Ini
menggambarkan bahwa administrasi pemerintahan daerah kita masih belum tertata
dengan baik. Betapa tidak, bila warga yang tinggal di sana ternyata sebagian
besar sudah memiliki sertifikat tanah yang dikeluarkan BPN. Hal ini dikuatkan
Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta, yang menyebutkan bahwa dari 350 hektare
tanah di Meruya Selatan, sudah ada sekitar 300 hektare tanah yang yang
bersertifikat.
BPN
sebagai pihak yang bertanggung-jawab atas penerbitan sertifikat tanah kepada
para warga Meruya Selatan – yang ternyata telah dimenangkan PT Porta Nigra
dalam Kasasi Mahkamah Agung (MA) itu – mengaku hingga kini tidak menerima
informasi atas putusan MA tersebut. Tentu saja BPN punya prosedur dan sudut
pandang tersendiri mengapa pihaknya dapat menerbitkan sertifikat tanah itu.
Namun, bagaimana pun juga ini merupakan peristiwa yang di kemudian hari akan
menjadi momok bagi masyarakat, meskipun mereka telah mempunyai surat-surat dan
serifikat tanah yang secara hukum sah diakui.
2. Rumusan
Dalam
membuat makalah ini, Penulis menilai perlu untuk membahas kronologi kasus
sengketa tanah Meruya, faktor penyebab apa saja yang memicu terjadinya kasus
sengketa tanah tersebut dan apa dampak signifikan kepada warga setempat pada
khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya, diikuti solusi-solusi dari
segi nilai disiplin hukum, pemerintah, dan lembaga peradilan.
3. Tujuan
Makalah
ini bertujuan untuk memaparkan kasus sengketa tanah Meruya secara kronologis,
faktor penyebab dan dampak dari kasus tersebut serta berusaha menawarkan solusi
dan rekomendasi yang menjunjung tinggi nilai keadilan dari beberapa sudut
pandang.
4. Metode
Penulisan
Metode
yang Penulis gunakan dalam membuat makalah ini adalah metode studi kepustakaan.
Metode studi kepustakaan yaitu suatu metode dengan membaca telaah pustaka
tentang selak-beluk kasus sengketa tanah Meruya. Selain itu, Penulis juga
memperoleh referensi dari Internet.
BAB II
PEMBAHASAN
Faktor Pemicu,Dampak & cara menanggulangi Perilaku Seks
Bebas
1. Faktor
Pemicu Seks Bebas
Seks adalah kebutuhan manusia yang selalu
ada dalam diri manusia dan bisa muncul secara tiba-tiba. Seks juga bisa berarti
sebuah ungkapan rasa abstrak manusia yang cinta terhadap keindahan. Sebagai
asumsi dasar, dapat dikatakan bahwa kehidupan remaja kampus yang dihiasi dengan
seks bebas bisa terjadi karena dua faktor utama yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah yang datang dari individu itu sendiri,
yaitu yang berkenaan dengan hasrat, rasa frustrasi, kualitas konsep diri, hormon
testosterone dan estrogen, keadaan kesehatan tubuh, faktor psikis, rangsangan
seksual yang diterima, dan pengalaman seksual sebelumnya.
Sedangkan faktor eksternal adalah sebab
yang datang bukan secara langsung dari individu itu sendiri melainkan karena
ada faktor luar yang mempengaruhinya untuk melakukan hal yang demikian. Faktor
eksternal ini bisa berbentuk desakan kondisi ekonomi, pengaruh lingkungan,
kegagalan kehidupan keluarga, kegagalan percintaan, dan sebagainya.
A. Faktor Internal
Secara
internal, pergaulan bebas bisa
disebabkan lemahnya iman sehingga tergoda untuk memanjakan syahwat dengan
bergaul bebas dan pacaran. Iman
dalam hal ini sangat menentukan konsep diri seseorang. Iman pula yang membentuk
kualitas akhlak. Iman yang miskin mengakibatkan kebobrokkan akhlak dan
kebobrokan akhlak akan memacu tindakan negatif.
Hasrat atau syahwat manusia untuk
melakukan kebutuhan biologisnya harus dapat dikendalikan. Hasrat yang liar dan
dipengruhi nafsu akan berakibat kezaliman pada pemenuhannya. Contohnya dalam
kasus ini adalah pergaulan bebas di kalangan mahasiswa. Walaupun pergaulan
bebas merupakan fenomena umum yang terjadi di dunia kampus, namun hal tersebut
tidaklah dapat dibenarkan.
Pergaulan bebas juga dipengaruhi oleh
keadaan psikologis seseorang. Pertumbuhan seks membawa konsekuensi psikologi
yang juga cukup rumit dihadapi remaja, karena bersamaan dengan itu remaja pun
menyadari akan munculnya kebutuhan fisik baru, yaitu dorongan seksual dan
kebutuhan akan pemuasannya baik secara erotik maupun hubungan seksual.
Kenyataan akan kesenjangan antara pematangan fungsi biologi dan pematangan
sosial psikologis pun menjadi kendala psikofisik cukup berat yang harus
dihadapi remaja. “Kebutuhan cinta dan seks, berwujud desakkan untuk bercinta
dan karenanya diperlukan mencintai orang lain. Bagi orang yang menjalin cinta
dan seks secara padu dapat memperoleh kesan psikologis yang kuat.” (Mappiere, 2004:81).
Perkembangan fisik manusia menuju
kedewasaan akan disertai perkembangan hormon gender (testosteron/estrogen).3 Percepatan
pertumbuhan dan perkembangan fisik disertai pula gejala fisik lain yang
dirasakan kurang nyaman oleh remaja. Remaja menjadi cepat lelah, malas, dan
mudah mengantuk, sementara kuantitas dan kualitas makanan yang dibutuhkan pun
meningkat. Kondisi ini akan diikuti oleh hal-hal sebagai berikut:
v
Keinginan mengisolasi diri dari pergaulan umum
maupun pergaulan keluarga.
v
Kejenuhan/kebosanan. Timbul rasa bosan melakukan
kegiatan yang sebenarnya selalu dilakukan dengan senang hati, seperti bosan
sekolah atau kegiatan sosial tertentu. Dengan demikian, prestasi sekolah
umumnya menurun drastis.
v
Gangguan koordinasi. Sering remaja tidak
menyadari besarnya tubuh saat ini sehingga aktivitas fisik sering dilakukan
seperti seolah kelebihan tenaga.
v
Antagonisme sosial. Kebutuhan
"otonom", mandiri berkembang sebagai konsekuensi perlakuan yang
menuntut dari lingkungan terhadap remaja. Namun kenyataannya, remaja merasa ia
sendiri belum yakin akan kemampuan untuk otonom, sehingga remaja sering
dihadapkan pada situasi frustrasi.
v
Peningkatan emosionalitas. Kemurungan, cepat
tersinggung, sifat-sifat provokatif, depresi, marah-gembira, silih berganti
dalam waktu relatif singkat, sehingga sulit dimengerti oleh orangtua, keluarga,
dan sekolah.
v
Kehilangan keyakinan diri. Perasaan selalu
disalahkan lingkungan sering membuat remaja merasa kehilangan keyakinan diri.
Hal ini diikuti rasa rendah diri yang eksesif pada untuk sementara remaja.
v
Kesadaran akan kebutuhan erotiks dan seksual
yang mendorong rasa ingin tahu tentang masalah seks dan seksualitas.
Berangkat dari rasa ingin tahu yang
sangat besar inilah kisaran perilaku seksual remaja berada dalam dimensi
wajar/normal hingga menyimpang. Gejolak emosi remaja yang fluktuatif seperti
diungkapkan di atas, membawa remaja pada posisi bertanya-tanya tentang keadaan
teman remaja lainnya. Mereka mempertanyakan keadaan teman sebaya dan hal inilah
yang membuat kedekatan emosional remaja menjadi erat dengan teman sesama
remaja.
Kedekatan
emosional yang terjalin terkadang bahkan menggeser kedekatan emosional antara
remaja dengan orangtua dan keluarga. Mereka terkesan kompak dan saling
melindungi. Rasa ingin tahu tentang hal seks pun diungkap dalam relasi dengan
teman sebaya. Oleh berbagai sebab memang terdapat kondisi mental remaja yang
secara dimensional dapat diungkap sebagai kondisi remaja sehat mental sampai
dengan remaja yang bermasalah.
Remaja
bermasalah akan ditandai oleh rasa rendah diri yang intensitasinya tinggi,
sangat labil secara emosional, sulit bergaul, dan terpaku pada gejolak emosi
serta dorongan seksual semata.
B. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang menyebabkan
timbulnya perilaku seks bebas antara lain adalah faktor keluarga, lingkungan
sekitar, pengaruh budaya barat, pengaruh media, dan ekonomi.
v Keluarga
Keluarga adalah tempat yang terdiri
dari ayah dan ibu sebagai orangtua dan anak. Sudah sepantasnya keluarga adalah
tempat yang paling akrab, tempat yang paling hangat, dan tempat yang paling
cocok bagi seluruh anggota keluarga untuk dapat saling berbagi dan bercerita.
Namun, dengan berkembangnya zaman, keluarga seakan bukanlah tempat yang nyaman
lagi bagi beberapa orang. Ada keluarga yang kedua orang tuanya bekerja untuk
menafkahi anak-anak mereka, sehingga perhatian mereka terhadap anak berkurang,
mereka hanya berpikir bahwa apabila ada uang berarti anak bisa membeli semua kebutuhannya
dan anak menjadi senang. (Dr. Ramona, “Jalan Kematian Bernama Aborsi”, 2005:2)
Pada masa kini peran keluarga seakan
makin memudar dalam hal pengawasan terhadap anak. Anak yang merasa kekurangan
perhatian dari orangtuanya cenderung untuk mencari kehangatan di luar rumah.
Hal inilah yang membuka kemungkinan bagi seorang anak untuk terjerumus dalam
dunia seks bebas. Pada saat anak mengalami suatu masalah, tidak ada keluarga
yang dapat mendengarkan cerita dan keluh kesahnya sehingga ia lebih suka pergi
ke luar di mana ada orang yang mau mendengarkan segala masalahnya, walaupun
orang itu adalah orang yang akan menjerumuskannya ke dalam pergaulan yang tidak
benar, contohnya seks bebas sebagai pelimpahan kekesalan dan kegelisahannya.
v Lingkungan Sekitar
Perilaku seks bebas tidak hanya
diakibatkan oleh peran keluarga yang kurang, namun juga peran lingkungan
sekitar. Lingkungan sekitar di sini maksudnya adalah masyarakat, baik teman di
kalangan kampus maupun tetangga sekitar rumah. Seorang anak yang memiliki teman
atau bergaul dengan lingkungan yang salah, dalam arti cenderung ke ‘dunia
gelap’, dapat terjerumus pula ke dunia itu karena ia merasa nyaman dengan
lingkungan tersebut.
Para pelaku seks bebas yang
terjerumus karena pengaruh temannya, biasanya disebabkan oleh rasa terlalu
percaya dan rasa hutang budi yang teramat besar terhadap temannya tersebut.
Banyak pula yang berpikiran, kalau tidak melakukan seks bebas, maka ia tidak
akan diterima di lingkungan tempatnya bergaul, atau ia akan dianggap sebagai orang
yang tidak ‘gaul’. Banyak anak masa kini yang cenderung berperilaku seks bebas
sekedar untuk mendapatkan banyak teman, agar dapat diterima di lingkungannya.
v Pengaruh Budaya Barat
Maraknya film-film layar lebar yang
berasal dari dunia barat, merupakan salah satu faktor penyebab banyaknya
terjadi kasus-kasus seks bebas. Film-film yang menayangkan budaya dan kebiasaan
orang barat seolah dijadikan pedoman bagi anak muda Indonesia dalam
pergaulannya sehari-hari. Mereka menganggap kebiasaan orang barat adalah ssuatu
yang luar biasa dan layak untuk ditiru, padahal hal itu tidak sesuai dengan
budaya dan norma yang berlaku di negeri kita. Mereka menganggap bahwa melakukan
hubungan seks di luar nikah, adalah hal biasa, tidak tabu, dan tidak melanggar
norma yang ada.
Budaya barat terasa begitu melekat
pada anak muda sekarang. Hal ini dapat terlihat dari cara mereka berpacaran.
Berpelukan dan berciuman di depan umum, bukanlah hal yang tabu, melainkan hal
yang sudah biasa. Dari cara berpacaran itulah yang dapat menjerumuskan mereka
ke arah seks bebas.
v Media
Peredaran majalah porno, VCD dan DVD
porno, serta luasnya jaringan internet, merupakan pendorong seseorang untuk
melakukan seks bebas. VCD dan DVD porno yang memperlihatkan adegan hubungan
suami-istri, telah banyak beredar, dan dengan mudah didapatkan. Hanya dengan
uang Rp 5000,00 saja, VCD dan DVD tersebut dapat diperoleh. Hal semacam inilah
yang memicu remaja sekarang untuk berbuat seks di luar nikah. Berdasarkan
survei yang dilakukan di Yogyakarta, 50% dari remaja yang melakukan hubungan
seks di luar nikah mengaku melakukannya setelah menonton VCD atau DVD porno.
(Silviane, ”Seks Bebas Remaja Indonesia Merajalela”, 2005:1).
Internet juga memudahkan remaja
untuk dapat mengakses situs-situs porno, maupun hal-hal lain yang menjurus ke
seks bebas. Beredarnya majalah-majalah ilegal baik dari dalam maupun luar
negeri, semakin membuka kesempatan dan meningkatkan rasa penasaran remaja
terhadap seks. Hal ini mengakibatkan rasa ingin tahu sehingga mereka
mencoba-coba untuk melakukan hubungan seks di luar nikah
v Ekonomi
Bangsa Indonesia yang sedang dilanda
krisis ekonomi membuat rakyat menjadi resah dalam hal ekonomi. Kalangan remaja
pun ikut merasakan kesulitan saat mereka tidak bisa memiliki barang-barang yang
mereka butuhkan untuk meninggikan gengsi mereka di hadapan teman-temannya.
Tidak semua remaja, khususnya kalangan mahasiswa dapat memenuhi segala
kebutuhannya. Banyak dari mereka yang justru menghalalkan segala cara untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Ironisnya, banyak mahasiswi yang rela menjual
tubuhnya, untuk mendapatkan uang guna membeli pakaian atau alat-alat kecantikan
demi meninggikan pamornya.
Para pelaku seks bebas yang dilatar
belakangi masalah ekonomi, biasanya pada saat pertama, mereka hanya berniat
untuk melakukan hubungan seks bebas kala itu saja. Namun demikian, pada
kenyataannya mereka sudah terlena dengan nikmatnya harta dan ketagihan karena
mereka dapat menghasilkan uang tanpa perlu bekerja keras. Biasanya remaja yang
demikian, sulit untuk lepas dari perilaku seks bebas.
2. Dampak
Perilaku Seks Bebas
A. Dampak bagi Pelaku
v Dampak Fisik
Secara umum, pergaulan (seks) bebas di
dunia kampus tidak menimbulkan perubahan fisik, tetapi hal tersebut dapat
menyebabkan penyakit-penyakit kelamin, diantaranya adalah:4
a. Gonrrhea dan Chlamydia
Penyakit ini disebabkan oleh
bakteri. Infeksi dimulai beberapa hari sampai beberapa minggu setelah hubungan
intim dengan orang yang terjangkit penyakit ini. Pada pria, penyakit ini menyebabkan keluarnya cairan dari kemaluan
pria. Buang air kecil dapat terasa sakit. Gejala-gejala ini dapat terasa berat
atau tidak terasa sama sekali. Gejala-gejala gonorrhea pada wanita biasanya
sangat ringan atau tidak terasa sama sekali, tetapi kalau tidak diobati
penyakit ini dapat menjadi parah dan menyebabkan kemandulan. Penyakit ini dapat disembuhkan dengan
antibiotik bila ditangani secara dini.
b. Herpes
Penyakit ini disebabkan oleh virus,
dapat diobati tetapi tidak dapat disembuhkan. Gejala timbul antara 3 sampai 10 hari setelah berhubungan intim
dengan penderita penyakit ini.
Gejala awal muncul seperti lecet yang kemudian terbuka menjadi lubang kecil dan
berair. Dalam 5 sampai 10 hari gejala hilang. Virus menetap dalam tubuh dan dapat timbul lagi sesuatu saat, dan
kadang-kadang sering kambuh. Wanita
kerap kali tidak sadar bahwa ia menderita herpes akrena lecet terjadi di dalam
vagina.
c. Syphilis
Penyakit yang biasa disebut raja singa ini
disebabkan oleh bakteria. Lesi muncul antara 3 minggu sampai 3 bulan
setelah berhubungan intim dengan penderita penyakit ini. Luka terlihat seperti lubang pada kulit
dengan tepi yang lebih tinggi. Pada umumnya tidak terasa sakit. Luka akan hilang setelah beberapa minggu,
tetapi virus akan menetap pada tubuh dan penyakit dapat muncul berupa
lecet-lecet pada seluruh tubuh Lecet-lecet ini akan hilang juga, dan virus akan
menyerang bagian tubuh lain. Syphilis dapat disembuhkan pada
tiap tahapan dengan penicillin. Pada wanita lesi dapat tersembunyi pada vagina.
d.
Vaginistis
Infeksi pada vagina yang biasanya
menyebabkan keluarnya cairan dari vagina yang berbau dan menimbulkan
ketidak-nyamanan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai jenis bakteri (bakteri gonorrhea,
chlamydia) atau jamur. Juga dapat disebabkan oleh berbagai bakteri
tidak berbahaya yang memang menetap pada vagina. Dapat diselidiki dengan meneliti cairan vagina tersebut dengan
mikroskop. Pada umumnya dapat
disembuhkan dengan obat yang tepat sesuai dengan penyebabnya.
e. AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome)/HIV Disease
Penyakit ini adalah penyakit akibat
hubungan intim yang paling serius, menyebabkan tidak bekerjanya sistem
kekebalan tubuh. Tidak ada
gejala yang nyata tanpa penelitian darah sehingga para penderitanya banyak yang tidak mengetahui bahwa dia telah
tertular. Dapat menyebabkan kematian setelah sepuluh tahun setelah terinfeksi virus HIV. Disebarkan melalui hubungan intim
dan pemakaian jarum suntik secara bersamaan.
v Dampak Psikologis
Seksualitas
merupakan sebuah proses yang berlangsung secara terus-menerus sejak seorang
bayi lahir sampai meninggal, sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat
antara aspek fisik (sistem reproduksi) dengan aspek psikis dan sosial yang
muncul dalam bentuk perilaku, serta merupakan bagian integral dari kehidupan
manusia. (Myles, dkk, 1993). Anehnya, saat ini seksualitas hanya dianggap
sebagai aspek fisik hubungan seks saja. Hal ini mengakibatkan seks menjadi tabu
untuk dibicarakan dalam keluarga sehingga remaja tidak memperoleh informasi
yang cukup mengenai hal ini.
Sementara
itu, kenyataan menunjukkan bahwa di satu sisi remaja berada pada masa gejolak
seks yang besar, sementara di sisi lain mereka diharuskan mampu menguasai
gejolak tersebut tanpa tahu bagaimana cara mengelolanya. Kondisi ini tentu saja
dapat menimbulkan keadaan yang rawan dan riskan, bahkan penyimpangan dalam
perilaku seksual remaja dewasa ini.
Menurut
Prof. Dr. Ieke Sartika Iriany, M.S., dari aspek psikologis, seks bebas yang
dilakukan oleh para remaja mengakibatkan timbulnya berbagai dampak dalam
kehidupan mereka. Mereka akan mengalami perasaan dan kecemasan tertentu,
sehingga bisa mempengaruhi kualitas sumber daya manusia yang mereka miliki di
masa yang akan datang. Kualitas-kualitas ini adalah:
a. Kualitas Mentalitas
Kualitas
mentalitas remaja perempuan dan laki-laki yang terlibat seks bebas akan rendah,
bahkan cenderung memburuk. Mereka tidak memiliki etos kerja dan disiplin yang
tinggi karena dibayangi masa lalunya. Cepat menyerah kepada nasib (submisif),
tidak sanggup menghadapi tantangan dan ancaman hidup, rendah diri, tidak
sanggup berkompetisi.
b. Kualitas Keberfungsian Keluarga
Seandainya
mereka menikah dengan cara terpaksa, akan mengakibatkan kurang dipahaminya
peran-peran baru yang disandangnya dalam membentuk keluarga yang sakinah.
c. Kualitas Ekonomi Keluarga
Kualitas
ekonomi yang dibangun oleh keluarga yang menikah karena terpaksa, tidak akan
memiliki kesiapan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga.
d. Kualitas Pendidikan
Remaja
yang terlibat penyimpangan perilaku seksual, kemudian menikah, tentunya akan
memiliki keterbatasan akses terhadap pendidikan formal.
e. Kualitas Partisipasi dalam Pembangunan
Karena
kondisi fisik, mental dan sosial yang kurang baik, remaja yang terlibat
penyimpangan perilaku seksual, tidak dapat berpartisipasi dalam
pembangunan.
v Dampak Sosial
Pergaulan
yang bebas sebenarnya merupakan suatu kebutuhan hidup manusia karena manusia
merupakan makhluk sosial yang dalam kesehariannya membutuhkan orang lain, dan
hubungan antar manusia dibina dalam suatu pergaulan (interpersonal
relationship). Pergaulan juga adalah hak asasi bagi setiap individu dan hal
itu harus dibebaskan, sehingga manusia tidak boleh dibatasi dalam pergaulan,
apalagi dengan melakukan melakukan diskriminasi, sebab hal itu melanggar HAM.
Jadi, pergaulan antar manusia sebenarnya harus dibebaskan, namun tetap mematuhi
norma-norma yang berlaku di masyarakat, yaitu norma hukum, norma agama, norma
budaya, serta norma sosial.
Masalah
seks bebas dalam dunia kampus pada makalah ini merupakan contoh pergaulan bebas
yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat atau
lingkungan sosial. Dampak yang terjadi dari pergaulan bebas seperti ini
tentunya banyak memberikan dampak negatif yang akhirnya merugikan orang yang
bersangkutan. Dampak negatif yang disebabkan oleh seks bebas di dunia kampus
ini salah satunya berimbas pada kehidupan sosial atau bermasyarakat orang itu
sendiri.
Banyak
dampak sosial yang dapat terjadi pada orang-orang, khususnya remaja, yang
sering melakukan seks bebas. Mereka yang sudah biasa melakukannya menjadi
terbiasa dengan hal tersebut. Dengan demikian, mereka menjadi terjerumus lebih
jauh lagi ke dalam pergaulan bebas. Hal ini menjadikan kehidupan sosial mereka
lebih buruk.
Dampak
lainnya yang dapat terjadi pada orang-orang yang melakukan seks bebas adalah
rusaknya hubungan mereka dengan teman-teman mereka sendiri. Hal ini bisa
terjadi pada orang yang sebenarnya baik namun terpengaruh dengan pergaulan yang
tidak baik itu sehingga teman-teman mereka pun akhirnya menjauhi mereka karena
sudah dinilai tidak baik.
Orang-orang
yang biasa melakukan seks bebas ini juga dapat memiliki pandangan yang berbeda
mengenai kehidupan sosial karena kehidupan sosial yang mereka jalani itu
merupakan contoh yang salah. Hal ini menyebabkan mereka dapat dijauhi oleh
masyarakat yang tentunya tidak suka dengan perilaku mereka yang melanggar
norma-norma yang berlaku
3. Cara
mananggulangi perbuatan sex bebas
Seperti
yang telah kita bahas di atas bahwa sesungguhnya memang kurang kesadaran baik
dari remaja itu sendiri maupun orang tua. Hendaklah orang tua memperhatikan
anak-anaknya tetapi orang tua jangan terlalu mamanjakan anak mereka, karena
bisa mengakibatkan dampak buruk baginya karena dia sudah terbiasa dengan
hal-hal yang enak-enak. Tetapi orang tua juga harus memperhatikan anak-anaknya
dengan mengarahkan ke hal-hal yang positif dengan cara mendukung bakat yang
dimiliki oleh anak tersebut, agar dapat berguna dan berkembang. Tetapi seorang
anak juga jangan terlalu egois dalam memaksakan kehendak.
1)
Pencegahan
Menurut Agama
·
Memisahkan
tempat tidur anak.
·
Meminta
izin ketika memasuki kamar tidur orang tua.
·
Mengajarkan
adab memandang lawan jenis.
·
Larangan
menyebarkan rahasia suami-istri.
2)
Pencegahan
Seks Bebas dalam Keluarga
Faktor keluarga sangat menentukan dalam masalah
pendidikan seks sehingga prilaku seks bebas dapat dihindari. Waktu pemberian
materi pendidikan seks dimulai pada saat anak sadar mulai seks. Bahkan bila
seorang bayi mulai dapat diberikan pendidikan seks, agar ia mulai dapat
memberikan mana cirri-laki-laki dan mana ciri perempuan. Bisa juga diberikan
saat anak mulai bertanya-tanya pada orang tuanya tentang bagaimana bayi lahir.
Peran orang tua sangat penting untuk memberikan pendidikan seks pada usia dini.
a) Keluarga harus mengerti tentang
permasalahan seks, sebelum menjelaskan kepada anak-anak mereka.
b) Seorang ayah mengarahkan anak laki-laki,
dan seorang ibu mengarahkan anak perempuan dalam menjelaskan masalah seks.
c) Jangan menjelaskan masalah seks kepada
anak laki-laki dan perempuan di ruang yang sama.
d) Hindari hal-hal yang berbau porno saat
menjelaskan masalah seks, gunakan kata-kata yang sopan.
e) Meyakinkan kepada anak-anak bahnwa
teman-teman mereka adalah teman yang baik.
f) Memberikan perhatian kemampuan anak di
bidang olahraga dan menyibukkan mereka dengan berbagai aktivitas.
g) Tanamkan etika memelihara diri dari
perbuatan-perbuatan maksiat karena itu merupakan sesuata yang paling berharga.
h) Membangun sikap saling percaya antara
orang tua dan anak.
BAB III
PENUTUP DAN KESIMPULAN
Berdasarkan
penjelasan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa terdapat
faktor-faktor yang menyebabkan dan memacu berkembangnya seks bebas di dunia
kampus. Faktor-faktor inilah yang menimbulkan dampak-dampak yang signifikan
terhadap pelaku perbuatan yang tidak senonoh tersebut. Faktor-faktor
penyebabnya terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Dampak-dampak
yang diakibatkan antara lain adalah dampak fisik, dampak psikologis, dampak
sosial, dan dampak bagi orang lain.
DAFTAR PUSTAKA